Pentigraf, Dibuat dan Direka secara Logis (Pantun Bale 5 April 2022)

Tulisan ini lahir setelah saya membaca artikel Sobat Lage (Sahabat Lagerunal). Bapak Haryanto, atau Cak Har menulis artikel #SeninBW pada tautan berikut ini.

https://hariyanto17.blogspot.com/2022/04/uji-nyali-menulis-pentigraf-peribahasa.html

Tulisan Cak Har membuat saya tertarik untuk lebih memahami teknik penulisan pentigraf. Cerpen tiga paragraf, ciptaan Prof. Dr. Tengsoe Tjahjono. Pengetahuan sementara yang saya miliki tentang pentigraf sebatas banyak kata maksimal 210, memiliki twist pada akhir, dan jangan banyak dialog. Ternyata, ada sesuatu yang lebih dari itu.

Baiklah, Pantun Bale dimulai! Pantau tulisan Sobat Lage Edisi Selasa 5 April 2022.

Tampilan blog Cak Har (https://hariyanto17.blogspot.com/2022/04/uji-nyali-menulis-pentigraf-peribahasa.html)

Tulisan berjudul “Uji Nyali Menulis Pentigraf Peribahasa” bertutur tentang undangan menulis. Undangan yang ditujukan kepada pentigrafis untuk menulis pentigraf. Proyek Kitab Pentigraf Peribahasa, sebuah proyek untuk menerbitkan buku kumpulan pentigraf. Uniknya, pentigraf itu terinspirasi dari peribahasa. Kalimat peribahasa harus muncul dalam teks pentigraf.

Yang istimewa, proyek itu bukan sekedar membuat buku antologi yang, maaf, siapa pun dan apa pun tulisannya pasti diterima. Lo, kok? Iya, karena pentigraf yang dikirimkan langsung dikurasi oleh sang penggagas/pencipta pentigraf sebagai kuratornya. Alhasil, tidak semua naskah LOLOS!

Cakinin, dalam komentarnya pada tulisan Cak Har pun mengaku bahwa naskah beliau pada bulan November BELUM LOLOS.

Gambar tangkapan layar komentar Cak Inin di blog Cak Har

Pentingnya Kurator

Barangkali pembaca bertanya. Kok, bisa tidak lolos? Bukankah menerbitkan buku sekarang relatif mudah? Sebagai penulis pun siap untuk mengganti biaya cetak, ‘kan?

Di sinilah, kata Prof. Tengsoe, pentingnya kurator. Kurator, secara luas bisa diartikan sebagai pembaca lain. Namun, dalam proses penerbitan buku, kurator tidak lain adalah orang yang “benar-benar ahli” di bidangnya. Sebab, kurator itu akan memilih dan memilah karya yang sungguh layak diterbitkan. Kelayakan yang dinilai misalnya, segi bentuk, bahasa, dan konten. Kurator juga memberi masukan kepada penulis untuk melakukan revisi bagian-bagian yang dianggap kurang sempurnya. Selain itu, kurator akan mengurangi subjektivitas penilaian diri si penulis.

Prof. Tengsoe, selanjutnya mengatakan bahwa banyak buku lahir sepintas tanpa melalui proses kurasi. Beliau mengatakan, buku memang terbit karena di masa sekarang menerbitkan buku itu mudah. Hanya saja, tanpa proses kurasi, buku itu tampak kedodoran, dan tak menarik untuk dibaca. Penjelasan beliau ini dapat dilihat di https://www.facebook.com/groups/mediaguruindonesiabaru/posts/330979215089126/.

Pentigraf, Fiksi Tiga Paragraf

Pentigraf itu karya fiksi atau karya rekaan. Begitu sang penciptanya bersabda. Meskipun bahan karya fiksi adalah realitas atau pengalaman sehari-hari, namun pengalaman sehari-hari itu diubah menjadi realitas baru. Hal inilah yang membedakannya dengan karya nonfiksi.

Membaca keterangan sang suhu, saya masih belum paham. Namun setelah diberi contoh, pemahaman tentang “mengubah menjadi realitas baru” semakin benderang. Berikut saya kutip contoh pentigraf karya beliau tentang nilai kepahlawanan seorang tukang sampah. Ya, tukang sampah yang dianggap sebagai pahlawan.

JALAN TOBAT

Sepagi ini gerimis sudah turun. Hawa kotaku yang sudah dingin, semakin dingin terasa. Gigitannya terasa menembus jaket parasit yang aku kenakan. Gerobak tetap aku dorong menelusuri jalan kecil di perumahan. Apa pun yang terjadi sampah-sampah harus terangkut dan bersih. Pekerjaan ini sudah aku jalani selama hampir sepuluh tahun. “Pak, berteduh dulu,” seru Bu Sutri dari teras rumahnya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Gerimis bukan penghalang bagiku. Gerobak yang semakin berat pun terus kudorong.

“Apa jadinya kampung ini tanpa Bapak,” begitu sering kudengar. Bagiku yang kukerjakan bukanlah apa-apa. Tugasku memang mengumpulkan sampah, lalu membuangnya ke tempat pembuangan sampah yang terletak di timur pasar. Tiba di ujung jalan kudapati banyak orang berkerumun. Ternyata ada pencuri menjebol gembok pagar. Sebuah Vario pun raib.

Aku tertegun, nyaris terdiam. Bayangan tiga belas lalu pun melintas. Pagi-pagi begini aku nyaris jadi daging cacah setelah diajar penduduk sebab ketahuan njambret kalung siswi yang mau berangkat ke sekolah. Di kantor polisi aku mengaku sudah menjambret lebih dari 40 kali. Pagi itu pagi sialku. Siswi itu berani menendangku sambil berteriak. Kudorong lagi gerobak sampahku. Aku niatkan ini sebagai jalan tobatku. Biar kubuang sampah di kelam jiwaku.

Pentigraf di atas tidak sekedar menceritakan seorang tukang sampah yang dianggap sebagai pahlawan kebersihan. Kalimat “Apa jadinya kampung ini tanpa Bapak” adalah ungkapan penduduk betapa si tukang sampah begitu berjasa bak seorang pahlawan. Di sini, alih-alih menulis kebaikan si tukang sampah sebagai pahlawan, penulis menyisipkan anasir konflik dengan ending yang penuh kejutan.

Pentigraf, Dibuat dan Direka secara Logis

Pelajaran berikutnya tentang pentigraf adalah logika. Prof. Tengsoe menuliskan di grup Facebook, mediaguruindonesiabaru, begini: pentigraf memang dibuat dan direka, tetapi tidak boleh dibuat-buat dan direka-reka. Pentigraf tetap dituntut logis, baik dari segi pemilihan tema, pengaluran, penokohan, dan pelataran.

Misalnya: hanya karena kebaikan lalu seseorang mengajak orang yang telah berbuat baik itu tinggal di rumahnya, dalam tempo singkat kaya raya, ending cerita terkesan dibuat-buat, dan sebagainya.


Kembali, hasil berburu ilmu saya bagikan di sini. Saya kutip tulisan Prof. Tengsoe yang bertutur tentang logika tersebut.

Prof. Tengsoe menulis:

Mohon maaf, untuk membahas logika dalam pentigraf saya mohon izin memakai pentigraf yang ditulis oleh Mirojul Asyarati. Ini saya pakai sebagai upaya untuk saling belajar dan mengkritisi demi kemajuan kita dalam menulis pentigraf.

RUMAH PRODEO

Fendy, pemuda berasal dari keluarga kurang mampu. Tekadnya sudah bulat untuk memperbaiki nasibnya dengan merantau ke ibu kota. Bayangan ibu kota yang menyediakan berbagai lapangan pekerjaan terpampang nyata di pikirannya. Kiranya berbalik seratus delapan puluh derajat, harapan mendapatkan pekerjaan masih jauh dari harapan. Untuk menyambung hidupnya, ia menjadi pemulung, tukang semir sepatu, kuli bangunan dan tukang parkir.

Saat menjadi tukang parkir, Fendy menggagalkan percobaan pencurian mobil milik pak Haris. Sebagai rasa terima kasih, pak Haris mengajak Fendy untuk tinggal di rumahnya. Awalnya, Fendy menolak akan tetapi hati selalu berbisik. “Terima saja Fen ajakan pak Haris, kamu kan Ndak punya rumah, dari pada mengontrak mendingan uangnya di tabung saja”. Suara itu selalu membayangi hidupnya, akhirnya Fendy memutuskan untuk tinggal bersama pak Haris.

Pak Haris, orang yang kaya raya, rumahnya luas dan sangat megah. Berbagai mobil mewah berbagai merk, bersih dan mengkilat berjajar di bagasi rumahnya seperti layaknya showroom. Jantung Fendi berdecak kagum melihat harta kekayaan pak Haris, hingga suatu saat memberanikan diri bertanya tentang pekerjaan pak Haris. Akhirnya Fendy pun di rekrut menjadi anak buah pak Haris, dan secepat kilat Fendy menjadi kaya raya. Sebutan crazy rich ditambatkan padanya. Rumah mewah, mobil mewah, sepeda motor mewah telah diperolehnya. Tabungan bermilyar-milyar menggunung di rekening miliknya. Banyak wanita yang mencoba mencuri hatinya, ada gula ada semut, begitu pepatahnya. Dengan harta kekayaan yang dimilikinya, tak ada satu wanita pun yang menolak cintanya. Pilihan pun tertambat pada seorang gadis cantik yang bernama Dina. Mereka hidup bergelimang harta, rasa bahagia terpancar di raut mukanya. Setelah delapan bulan menikah, tetiba polisi menangkap Fendy dengan dakwaan sebagai bandar judi online. Rumah prodeo sekarang menjadi tempat tinggalnya untuk beberapa tahun. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, Dina istri Fendy melayangkan gugatan cerai padanya. Alangkah malang nasib Fendy, hidup sendiri meratapi nasib di rumah prodeo, tak memiliki apa-apa, ditinggalkan oleh orang yang dicintainya.

Mari bandingkan dengan tema dan tokoh yang sama namun dengan alur berbeda dan disertai logika.

DARI BALIK JERUJI BESI

Dari balik jeruji besi ia tatap Dina istrinya. Fendy sungguh tidak menyangka keputusan yang diambil Dina. “Aku rasanya tak mungkin akan terus menjadi istrimu, Mas. Aku malu pada orangtuaku telah menikah dengan seorang yang ditangkap polisi karena jadi Bandar judi online. Keputusan bulat. Kita cerai!” Fendy tidak bisa berkata apa-apa. Ruang kecil di balik kaca berjeruji itu terasa semakin sempit saja. Sesempit masa depannya. Sungguh, seakan sudah jatuh tertimpa tangga pula.

“Kamu ikut aku saja, Mas,” kata Pak Haris 5 tahun yang lalu, “Hidup sebagai tukang parkir hidupmu tak akan pernah berubah.” Fendy hanya mengangguk saat Pak Haris bermobil Mersedez Bens itu. Tak tahu mau bilang apa kecuali mengangguk. Dia membayangkan hidupnya akan berubah. Mimpinya untuk menjadi pemuda kampung yang sukses akan terwujud.

Lima tahun berjalan. Pundi-pundi tabungannya beranak-pinak. Ya, menjalankan bisnis judi online bersama Pak Haris ternyata sungguh menyenangkan. Dina, perempuan satu desanya dulu pun dinikahinya. Sebagai perempuan sederhana ia tidak pernah bertanya apa pekerjaan Fendy. Yang ia tahu, sore itu 3 orang polisi menangkap suaminya karena dituduh bersekongkol dengan Pak Haris menjalankan bisnis haram itu. Rasanya langit-langit runtuh menindihnya.

(https://www.facebook.com/groups/mediaguruindonesiabaru/posts/535557957964583)

Wah, sudah lebih dari 1.200 kata. Saya sudahi Pantun Bale kali ini. Ilmu tanpa amal bagai pohon yang tidak berbuah. Oleh karena itu, saya sudahi cerita saya tentang ilmu menulis pentigraf. Saya undur diri dan berniat mencoba untuk belajar mempraktikkannya, meskipun belum berani ikutan “Proyek Kitab Pentigraf Peribahasa”.

Musi Rawas, 5 April 2022

Sudah dimuat di blog pribadi https://blogsusanto.com/

PakDSus

Pak D Susanto

Berpikir, berbuat yang terbaik untuk sesama dengan ikhlas.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama